Senin, 05 Januari 2015

Ironis

yak!!! apa ga hiperbola banget yah judul postingan gue? gue nulis tentang ironis ini karena miris liat kesenjangan sosial yang begitu tampak di kota yang gue cintai. Gue merasa pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar seharusnya sejajar dengan pemerataan pendapatan dan ekonomi pada masyarakatnya. Ternyata teori tak selamanya sesuai dengan kenyataan dilapangan. Inilah beberapa gambar yang gue ambil saat gue maen di kota kembang pada Jum'at 2 Januari kemaren.



Kalian bisa liat di foto itu gedung-gedung aprtemen yang bersampingan sama rumah-rumah yang tumbuh di pinggir kali yang kotor. Foto itu aku ambil di pelataran parkir pusat perbelanjaan di jalan Cihampelas Bandung. Itu salah satu contoh dari sekian banyak kasus ironis yang terjadi pada masyarakat yang hidup di kota besar dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang bersenjangan dengan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Ini baru Bandung ya!! jakarta lebih parah lagi dari ini.

Seakan masyarakat yang tinggal di kota besar itu hidup masing-masing. Lo punya duit, bisa hidup enak, lo bisa beli fasilitas dengan duit yang lo punya. Sebaliknya, jika lo cuma modal nekat lo cuma bisa hidup pas-pasan dan tinggal di gubuk pinggir kali.

Pemandangan yang luar biasa bukan. Terasa menyayat hati kecil. Seakan ingin bertanya, siapakah yang harus disalahkan? Apa ini salah si kaya yang ngebangun gedung-gedung tinggi itu? Apa ini salah si miskin yang bikin gubuk-gubuk di pinggir kali? Apa salah pemerintah yang tak bisa mengatur rakyatnya?

Pertumbuhan di kota-kota besar baik di Indonesia maupun di belahan lain di dunia ini memang selalu di barengi dengan ledakan penduduk yang tak terkendali yang berakibat banyaknya masyarakat yang bekerja serabutan demi mencukupi kebutuhan hidup di kota besar. Mirisnya, karena lonjakan penduduk yang tinggi itu tingkat kriminalpun semakin tinggi.

Kota besar memang menjanjikan kesempatan buat lo lebih besar di bandingkan lo hidup dan tinggal di kota kecil. Namun, semua itu juga ada resiko yang harus diambil. Kota besar emang memberikan kesempatan yang lebih besar untuk bekerja, mencapai jenjang karir yang tinggi dengan resiko kriminalitas dan kekerasan yang tinggi pula. Bila gue di suruh milih gue emang pengen hidup di kota besar dengan dinamisasi kehidupan yang cepat dan terus menerus. Tetapi hati ini lebih mencintai kota kelahiran.

Terakhir gue mau ambil kalimat dari seorang motivator -tapi gue lupa namanya- "Lo hidup dari tanah, makan dari saripati tanah, kenapa lo harus punya sifat seperti langit jika akhirnya nanti lo pulangpun kembali ke tanah?"

Related Posts:

  • Ironis yak!!! apa ga hiperbola banget yah judul postingan gue? gue nulis tentang ironis ini karena miris liat kesenjangan sosial yang begitu tampak di kota yang gue cintai. Gue merasa pertumbuhan pembangunan di kota-kota besar seha… Read More
  • Tak Ada Duren, Bandung pun Jadi Jum'at kemaren emang gue ga jadi bersua dengan kaka gue, tak menyicip juga lezatnya duren dari pohon dekat rumahnya. Tak bisa bercanda sambil menikmati harumnya si raja buah bareng adek cowo gue. argh... gue jadi kangen ma d… Read More

0 komentar:

Posting Komentar